Home > Pojok Inspirasi Smamplussa
SMA Muhammadiyah (PLUS) Boarding School Salatiga
08 Januari 2024
--------------------------------------------------------------------------------------
Home > Pojok Inspirasi Smamplussa
SMA Muhammadiyah (PLUS) Boarding School Salatiga
08 Januari 2024
--------------------------------------------------------------------------------------
Kembar Tak Seiras, Inilah Beberapa Peribahasa Jawa yang Semakna dengan Peribahasa Indonesia
Peribahasa merupakan salah satu bukti kekayaan bahasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu. Sama halnya bahasa Indonesia, bahasa Jawa juga memiliki peribahasa yang dikenal dengan paribasan. Menurut Kamus Bausastra, paribasan adalah rangkaian kata yang penggunaannya tetap, menggunakan tembung wantah (kosakata murni) dan tidak memiliki ungkapan pengandaian. Peribahasa atau paribasan merupakan salah satu gaya bahasa yang sering digunakan masyarakat untuk memberi nasihat, teguran, atau sindiran kepada orang lain.
Ada beberapa peribahasa Jawa yang ternyata semakna atau memiliki makna yang hampir sama dengan peribahasa Indonesia yang berhasil Minssa rangkum di bawah ini.
1. Kegedhen empyak kurang cagak
Kegedhen empyak kurang cagak bisa diartikan terlalu besar atap daripada tiang, sehingga tiang tidak mampu menyangganya. Padanan peribahasa yang paling sesuai adalah besar pasak daripada tiang. Sebuah analogi yang biasanya digunakan untuk menggambarkan seseorang yang mempunyai keinginan yang tinggi akan sesuatu namun mereka tidak mampu.
2. Kakehan gludhug kurang udan
Kakehan gludhug kurang udan dapat diartikan terlalu banyak guruh atau guntur namun kurang hujan. Padanan dari paribasan tersebut adalah tong kosong berbunyi nyaring. Sebuah ungkapan untuk menggambarkan orang yang terlalu banyak bicara, menyombongkan diri, tetapi tidak konsekuen, tidak direalisasikan dengan tindakan nyata.
3. Kacang ora ninggal lanjaran
Kacang ora ninggal lanjaran bisa dipadankan dengan peribahasa buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Sebuah perumpamaan untuk menggambarkan watak atau kebiasaan anak yang tidak berbeda jauh dengan orang tuanya.
4. Diwenehi ati ngrogoh rempela
Paribasan diwenehi ati ngrogoh rempela semakna dengan peribahasa dikasih hati minta jantung. Peribahasa tersebut mengandung arti orang yang melunjak, ketika diberikan sesuatu namun malah meminta yang lebih. Peribahasa ini menggambarkan perilaku orang yang tidak bersyukur atas pemberian orang lain.
5. Desa mawa cara, negara mawa tata
Desa mawa cara, negara mawa tata berarti desa memiliki adat kebiasaan sendiri, negara memiliki hukum sendiri. Paribasan tersebut semakna dengan peribahasa di mana langit dijunjung di situ bumi dipijak. Peribahasa ini mengandung makna bahwa seseorang sudah sepatutnya mengikuti atau menghormati adat istiadat dan aturan yang berlaku di tempat yang ia tinggali atau kunjungi.
Bagaimana Sobat Smamplussa, menarik kan belajar bahasa? Semoga artikel ini bisa menambah wawasan Sobat Smamplussa tentang peribahasa yaa... Terima kasih telah membaca tulisan ini sampai akhir, sampai jumpa lagi!