Home > Pojok Inspirasi Smamplussa
SMA Muhammadiyah (PLUS) Boarding School Salatiga
30 Agustus 2023
--------------------------------------------------------------------------------------
Home > Pojok Inspirasi Smamplussa
SMA Muhammadiyah (PLUS) Boarding School Salatiga
30 Agustus 2023
--------------------------------------------------------------------------------------
Keigo: Unggah-ungguh dalam Bahasa Jepang
Memasuki bulan Agustus, seperti ritual tahunan, rakyat Indonesia sibuk menyiapkan perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia. Tahun ini, seperti sebelumnya, semangat masyarakat untuk menggelar perayaan ulang tahun Republik Indonesia yang ke-78 tetap tinggi. Banyak cara yang dipakai oleh masyarakat untuk memaknai Hari Kemerdekaan Indonesia, salah satunya dengan kembali mempelajari sejarah perjuangan para pendahulu kita untuk kemerdekaan. Selama 350 tahun Belanda menjajah Indonesia, tentu saja begitu banyak sejarah yang tercatat. Ada yang manis dan lebih banyak pahitnya. Tidak hanya Belanda, saudara dari Asia yaitu Jepang juga menduduki Indonesia selama tiga tahun. Meskipun terhitung hanya sebentar, masa penjajahan Jepang terkenal menjadi masa yang suram. Tentara Nippon terkenal kejam dan tidak kenal ampun kepada siapa pun.
Meski memliki masa lalu yang kelam dengan negera Jepang, namun kini banyak dari masyarakat Indonesia yang tertarik untuk belajar mengenai negara tersebut dan menempuh pendidikan di sana. Bahasa, budaya, teknologi, dan masih banyak sektor lain yang menjadi daya tariknya. Kerjasama Indonesia-Jepang di berbagai sektor memengaruhi minat masyarakat untuk mempelajari bahasa Jepang lebih lanjut. Sektor Ekonomi-Industri menjadi salah satu pusat penyerapan tenaga kerja yang memiliki kemampuan berbahasa asing, termasuk bahasa Jepang. Banyak perusahaan Jepang yang menugaskan pegawai yang merupakan orang Jepang asli untuk posisi-posisi penting di perusahaan mereka. Sehingga untuk menjembatani komunikasi antara pimpinan perusahaan yang merupakan penutur bahasa Jepang dengan pegawai atau karyawan yang merupakan warga negara Indonesia, maka dibutuhkan seorang translater atau penerjemah. Mereka bertugas mendampingi para pemimpin perusahaan tersebut untuk membantu berkomunikasi dengan karyawan lain, baik secara lisan maupun tulisan. Dalam dunia bisnis, bahasa Jepang yang dipakai adalah bahasa Jepang dalam bentuk keigo atau tuturan honorifik. Hal ini karena dalam budaya Jepang, sopan santun sangat diutamakan. Tidak hanya sekadar menggunakan bahasa yang baku dan formal. Akan tetapi dalam bahasa Jepang, yang dimaksud dengan keigo adalah ungkapan hormat, yang jika dalam bahasa Jawa disebut krama. Hirabayashi dan Hama (1992, hlm. 5) menyatakan bahwa keigo adalah ragam bahasa hormat yang digunakan untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama (penutur atau penulis) untuk menghormati orang kedua (lawan bicara atau pembaca) dan orang ketiga (pihak yang dibicarakan). Jadi, yang dipertimbangkan dalam penggunaan keigo adalah konteks tuturan termasuk orang pertama, orang kedua dan orang ketiga.
Keigo terbagi menjadi tiga jenis, yakni sonkeigo (ragam bahasa tuturan honorifik dengan meninggikan lawan bicara atau orang ketiga yang menjadi bahasan), kenjougo (ragam bahasa tuturan honorifik dengan merendahkan penutur), dan teineigo (ragam bahasa tuturan honorifik berupa kalimat formal dan sopan). Ragam bahasa yang biasa digunakan adalah bentuk teineigo. Dalam ragam bahasa sonkeigo dan kenjougo, perubahan terdapat pada verba, nomina dan juga adjektiva. Perubahan dapat berupa pergantian kata yang lebih sopan dan meninggikan lawan bicara atau pun orang ketiga yang menjadi bahasan, atau pun perubahan yang berupa imbuhan atau afiks.
Penggunaan keigo dapat ditentukan dari beberapa hal, yang pertama adalah lawan bicara dari penutur, keigo digunakan ketika berbicara dengan orang yang tidak dekat ( orang yang tidak terlalu kenal, orang yang bukan kelompok kita) yang posisinya lebih tinggi dan orang yang harus dihormati (orang yang posisi, status, dan umurnya lebih tinggi) dan atau kita membicarakan orang memiliki posisi tersebut. Kedua, digunakan pada situasi dan tempat resmi ( rapat, pertemuan, presentasi, pidato, dalam surat dan lainnya), walaupun terhadap orang yang posisinya sama dengan kita. Ketiga, faktor uchi atau segala sesuatu yang berhubungan dengan diri sendiri dan faktor soto, yaitu ketika membicarakan segala sesuatu yang berkaitan dengan orang lain yang dihormati (Hirabayashi dan Hama, 1992, hlm. 2-3).
Berdasarkan sedikit ulasan mengenai keigo atau tuturan honorifik dalam bahasa Jepang, ternyata di balik image kejam yang ditinggalkan oleh negara Jepang bagi negara jajahannya, terdapat keindahan dalam seni berbahasa. Di mana mereka begitu memikirkan sopan santun dalam bertutur, memerhatikan siapa yang menjadi lawan bicaranya. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa keigo dalam bahasa Jepang mirip dengan penggunaannya dengan bahasa Jawa krama alus/inggil. Budaya menghormati orang lain, penutur bahasa Jawa krama alus/inggil khususnya juga harus bisa melestarikannya, mengingat kini tuturan bahasa Jawa krama alus/inggil semakin hari semakin terlupakan oleh generasi muda. Penggunaan bahasa krama, harus dibiasakan sejak dini, agar tidak hilang tergerus zaman. Sumonggo sesarengan nguri-uri basa Jawi, menawi sanes kula kaliyan panjenengan sedanten, sinten malih?
Mar'rifata Mina Mokka
Guru Bahasa Jepang
SMA Muhammadiyah (Plus) Salatiga